Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga kembali mengadakan kuliah tamu, Assoc Prof Markus Bockenforde dari Department of Legal Studies, Central European University, diundang untuk membahas amandemen terhadap konstitusi tidak tertulis. Dalam kuliah tamu yang berjudul “Unwritten/Informal Constitutional Amendments-The Powers of Constitutional Courts: A Comparative Analysis”, Prof Markus membicarakan amandemen konstitusi yang tidak diatur secara tertulis. Konstitusi semacam ini, ia jelaskan, berasal dari praktik budaya yang dianut oleh masyarakat dalam sebuah negara. Praktik-praktik ini kemudian menjadi aturan yang diakui oleh masyarakat di negara tersebut.
Contoh sejarah amandemen konstitusi di Jerman diambil oleh Prof Markus dalam kuliah tamu ini. Ia menjelaskan bahwa aturan-aturan mengenai amandemen konstitusi di Jerman sudah ada sejak pemerintahan Nazi. Constitution of Weimar (Konstitusi Weimar), yang berlaku pada masa itu, sudah memuat aturan mengenai amandemen konstitusi. Penjelasan tambahan dari pakar bidang Comparative Constitutional Law bahwa Konstitusi Weimar Pasal 76, bisa diubah oleh badan legislatif yang berwenang. Namun, amandemen resmi memerlukan persetujuan dua pertiga anggota legislatif yang hadir.
Amandemen Konstitusi dari sana, Prof Markus membahas tentang amandemen konstitusi di Jerman saat ini yang diatur dalam Basic Law Germany. Meskipun begitu, ada prinsip-prinsip dalam Basic Law Germany yang tidak bisa diubah dengan eksplisit.
Mengenai amandemen konstitusi yang tidak tertulis, yang menjadi inti kuliah tamu ini, Prof Markus menguraikan pertimbangan-pertimbangan saat melakukan amandemen. Pertama, kapan amandemen konstitusi harus dilakukan, dan kedua, kapan interpretasi transformatif konstitusi harus dilakukan. Mengenai amandemen tidak tertulis harus dipertimbangkan kapan melakukan amandemen dan kapan melakukan interpretasi transformatif konstitusi. Pengadilan konstitusi bertanggung jawab untuk menginterpretasi konstitusi tersebut.