Dr. Ni Made Sukartini, SE., M.Si., Koordinator Program Studi Magister Ekonomi Kesehatan di Sekolah Pascasarjana UNAIR, yang memadukan ilmu ekonomi dan kesehatan, menyoroti peran krusial komoditas pangan seperti beras dalam mengendalikan inflasi, terutama ketika harganya terus meningkat. Hal ini dapat mengancam daya beli masyarakat.
Beliau juga menjelaskan bahwa kenaikan harga beras, yang merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, dapat berdampak negatif pada gizi masyarakat. “Ketika sebagian besar pendapatan digunakan untuk membeli karbohidrat seperti beras, alokasi dana untuk protein dalam makanan sehat menjadi terbatas,” tambahnya. Ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
Harga beras terus meroket. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi beras mencapai 1,43% pada bulan Agustus 2023, yang merupakan yang tertinggi sejak inflasi 2,63% pada Februari 2023. Dibandingkan dengan Agustus 2022, harga beras naik sebanyak 13,76%. Ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015, yang mencatat inflasi sebesar 13,44% pada saat itu.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengidentifikasi beberapa penyebab kenaikan harga beras, salah satunya adalah penurunan produksi beras setelah panen di bulan Juli 2023. Presiden Joko Widodo juga mencatat bahwa fenomena El Nino berkontribusi pada lonjakan harga pangan. Pemerintah juga telah mengambil berbagai langkah, termasuk operasi pasar dan distribusi beras ke sektor ritel, untuk mengatasi situasi ini.