Pandemi COVID-19 telah membawa dampak signifikan tidak hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga pada aspek sosial dan psikologis. Penyintas COVID-19 sering kali menghadapi stigma dari masyarakat, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan kualitas hidup mereka. Artikel ini akan membahas temuan dari studi yang mengamati hubungan antara stigma dengan kesehatan mental dan kualitas hidup penyintas COVID-19, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Airlangga.

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian

Stigma sosial terhadap penyintas COVID-19 menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi dalam proses pemulihan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana stigma mempengaruhi kesehatan mental dan kualitas hidup penyintas COVID-19.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan 547 orang dewasa yang sebelumnya dinyatakan positif SARS-CoV-2 melalui tes PCR, dirawat di rumah sakit atau rumah sakit darurat, dan telah dinyatakan negatif melalui tes PCR terbaru. Untuk mengukur stigma, digunakan Berger HIV Stigma Scale, sementara kualitas hidup diukur menggunakan World Health Organization Quality of Life Brief Form, dan kesehatan mental diukur menggunakan Mental Health Inventory-38. Analisis korelasi antara variabel dilakukan dengan uji chi-square dan regresi logistik biner.

Hasil Penelitian

Analisis multivariat menunjukkan bahwa stigma sedang lebih mungkin berkaitan dengan kualitas hidup dan kesehatan mental dibandingkan dengan stigma rendah. Penelitian juga menemukan bahwa perempuan cenderung mengalami stigma yang lebih rendah terkait kesehatan mental dibandingkan laki-laki. Selain itu, responden yang bekerja sebagai buruh dan pengusaha lebih sedikit mengalami stigma terkait kesehatan mental dibandingkan mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri/angkatan bersenjata/guru/dosen.

Diskusi

Penelitian ini menemukan bahwa penyintas COVID-19 mengalami stigma sedang dalam masyarakat, yang berdampak negatif pada kualitas hidup dan status kesehatan mental mereka. Faktor-faktor seperti jenis kelamin dan pekerjaan turut mempengaruhi tingkat stigma yang dialami. Misalnya, stigma lebih rendah dialami oleh perempuan serta mereka yang bekerja sebagai buruh dan pengusaha. Hal ini menunjukkan bahwa stigma tidak hanya berdampak pada individu secara personal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan demografis.

Kesimpulan

Penyintas COVID-19 merupakan kelompok rentan yang sangat berisiko ketika kembali ke komunitas mereka. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang aman dan memberikan perawatan yang hormat, termasuk menangani faktor-faktor stigma yang kompleks, sangat penting untuk pengembangan intervensi yang tepat.

Implikasi Praktis

Untuk mengurangi dampak stigma pada penyintas COVID-19, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi kesehatan, dan masyarakat. Kampanye edukasi untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi stigma terhadap penyintas COVID-19 harus ditingkatkan. Selain itu, dukungan psikososial yang memadai perlu disediakan untuk membantu mereka mengatasi dampak psikologis dari stigma.

Dengan memahami dan mengatasi stigma, diharapkan kualitas hidup dan kesehatan mental penyintas COVID-19 dapat ditingkatkan, sehingga mereka dapat kembali berperan aktif dalam masyarakat tanpa menghadapi diskriminasi.

Link Journal : https://scholar.unair.ac.id/en/publications/association-of-stigma-with-mental-health-and-quality-of-life-amon

By Admin